Sudah 3 kali penghujung minggu, aku terus berkutat dengan kesakitan. Belum lagi rindu yg protes sebab tak ternafkahi. Dingin Kota Kecil yg tak dinyana berkolaborasi dengan ketakutan2 akan kehilangan. Lalu, aku harus sembunyi di mana? Saat segala tembok dan batas2 diruntuhkan baik2 oleh apa yg mereka sebut keberanian.walau sungguh, itu sepertinya palsu. Haruskah aku turut beramai-ramai menyaksikan subuh luruh dengan topeng tebal berlapiskan munafik? Atau kembali bercengkrama dengan mimpi yang malah lebih realistis dari realita yg ada? Mata mendukung opsi terakhir, setidaknya aku berlutut dan berterima kasih dulu pada DIA. Selebihnya, mari kita buat lebih personal saja.
melasti
1 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar