beri aku indah...

25/09/08
Pagi menghampiri orang2 dengan segala janjinya, kekasih
Namun tak juga ada janji untuk menghampiriku
Seperti seonggok daging yang berjalan
Darahku seperti habis terhisap harap..
kering...mengering kian mengurus
menatap pelangi ceria di mata pasangan2 yang merona
kenapa tak bisa sebahagia mereka?
Aku terbawa khayalku pada bulan purnama
Di mana berwisata cinta itu di sana
Semua kembali seolah nyata
Namun hanyalah mimpi yang bersandiwara di atas teater keinginan
Di hadapku semua nyata berunjuk rasa
Menuntut agar aku sadar akannya
Aku merindu hai nyata...aku merindu...
Tidakkah kau melihat? Tidakkah kau mendengar?
Aku merintih...aku meringis...
Aku kehilangan darahku...aku kehilangannya...
Nyata...tak bisakah kau meberiku sebentuk kesempatan lagi
Untuk menyentuh indahmu??
Jangan sakiti aku lagi...tolong...beri aku indah...

bimbang tinggalkan titipan

14/09/08
Aku hancur kuterluka namun engkaulah nafasku
Kau cintaku meski aku bukan di benakmu lagi
Dan kuberuntung sempat memilikimu
(Yovie&Nuno-Sempat Memiliki)

Bernafasku di tengah luka bukan tak beralasan
Cintaku pun berpegang pada alasan
Alasan adalah kekuatanku
walau damaiku belum pulih benar

Pergulatan ikhlas tak ikhlas
Membuahkan bimbang yang tak tertebus
Merebut ruang bagi nyata yang merasa terbuang
Sungguh,
Aku bimbang tak biasa

Bimbang sepertinya tak lagi punya mangsa lain
Hendak ditelannya aku sampai ujung kaki
Meninggalkan hanya sebentuk ingatan
: banggaku atas titipan nan berharga dari takdir yang telah sempat kujaga
Walau hanya dalam bilangan ganjil sebelum bulan genap bertaut

harap sepi

Aku tiba lagi pada gelisahku melewati malam
Gelisah apa lagi jika bukan tentang sosok mu
Aku seperti mati di ujung harapku,
Yang terkoyak nyata yang memaksa

Besok harapku senyum akan mampir
Bagai pelangi yang menjadi ujung indah dari rinai hujan
Dipuja telunjuk anak riang yang tertawa terpesona
Merekah bagai bunga yang jatuh cinta pada kumbang

AKU ATAU DARAHKU

Kau pergi bersama rahasia yang tak sempat ku usut
Tertinggal ragaku yang bertarung dengan rindu
Di gunung luka yang siap meletus membuncahkan darah
Entah siapa yang akan menang
Aku atau darahku

Sengaja kupilih jalan ini kulalui
Agar jika ku mati nanti akhirnya, semoga kubisa lega
Sebab, jalanku dihiasi bunga kenangan dan ditemani janji dari mu
Dan semoga pula akan diantar oleh kau menjemput tempatku
Aku tak punya niat berhenti menunggumu
Hanya saja siang mulai berbicara
Akan kau yang telah asik tanpaku

Lara ini terlalu perih untuk ku papah
Bintang jua merayuku untuk pergi
Menggoda akan indahnya dunia sebelah sana
Bimbang di tengah pertarungan, mungkin tak lama lagi ku kalah

Akan ada pertanda jika itu nyata
Tunggu saja gunung itu meledak
Jangan salah mengira seketika itu lava
Mungkin saja itu darah ku yang mengalir
: Sebab ku kalah dari rinduku padamu
Hingga terjawab jika darah yang menang

setengah sapa tertagih

Betapa riang hati menari dalam taman ilusi
Hitungan hari dinanti memang belum menjelma
Namun harap lemah akan sapa tengah tertagih
Ya, sapaan langit hari ini menancap hebat padaku
Birunya tak hanya pada samudera
Melainkan Juga pada sebidang hati dibawah tanah

Sebuah ucap terhantar angin ketika ku menengadah
Merasuk indah saat jarak terasa hanya sejengkal
Memang..ucap tadi bukan sebuah pujian untukku
Bukan pula sebentuk harap untuk bersatu
Hanya basa-basi biasa cukup membuat suasana basah

Aku tersentuh lagi rasa hatiku
Rasa yang kuizinkan untuk sembunyi di balik kelambu kelam
Dia seperti mengintip dari sana dari baliknya
Mungkin dia begitu dikekang rindu dalamnya

Kasih...masih relakah kau ku sapa itu?
Masih pantaskah ku menengadah mengaharap jawab?
Semntara kini kau sudah tak tertebak
Walau ku masih bisa merasa birumu nampak indah di kepulan debu tatapku

aku tetap ingin Di sini

Aku Berusaha menyusup keluar dari perih
Bernyanyi riang dengan suara parau
Demi mata orang agar tak memandang kasihan
Ditambah jubah putih meyakinkan
Dibalut pita jingga penipu berguna perban

Ya, tujuan Cuma satu
Demi hati yang harus direkatkan lagi
Agar tak ada yang menawarkan untuk memapah
Sebab sejak malam itu
Ku tak hendak terbantu siapapun

Tak jenuh bibirku berdendang lirik harap kau berbalik
Setengah sengau lari berkejaran dengan hidup
Kelam lagi, gelap kemudian, berselimut jelaga
Pssst...Ku bisiki bulan untuk diam saja
Biarkan ku membanjiri tanah asalnya dengan air mata
Jika nanti dia kemari bagian dari diriku masih di sini
Tak jauh walau dia tak tau

Mimpi Tanah Tak Tau Diri

Tidak sempurna adalah kodrat
Laksana perumpamaan yang hilang makna
Kubiarkan mereka dahulu mengerti
Kini hanya hatiku yang mengerti
Sebab harap sudah lantak diserbu nyata tak bersahabat

Biarlah tak terpahami
Anginpun tak akan kubisiki, apalagi embun yang dahulu ku tempati berkicau
Kalau ada yang harus memahami mungkin itu langit
Merindinglah dia subuh hari sebelum Memerahlah dia di pagi hari
ketika kusapa lagi dengan sajak pagi sambil menggigil

sajak pagiku tak berhenti
walau tak lagi terdamba oleh langit
sekadar sebagai pelepas hasrat memuja
menengadah setiap hari, melempar senyum berbuah retak
sebab aku tak lain berupa tanah mengering gersang
bersanding dengan pijakan sendal tanpa rumput--tempat serangga berseloroh
mengharap langit mengirim hujan menyuburkan
: hanya lah mimpi usang tak berarti dari seonggok tanah tak tau diri