Ku kira ku telah ikhlas Namun ternyata aku masih belum bisa beranjak
Kota begitu ramai akan lilin dan hias lampu warna-warni
Tapi tak menyentuh sebentuk hati yang masih merindu
Kemarin kulihat bayang indah di sebuah papan tulis
Bayang daun berguguran nan gemulai menari dengan angin
Sejenak kuterpesona dan berdecak
Lalu kusandingkan dengan kondisi hariku
Aku tak pelak bagai daun kering
Jatuh tertiup angin sebab rapuhku tak mampu berpegang
Aku tak mampu bersaing dengan daun lain yang masih segar
Ditambah angin yang begitu lembut menggoda
Namun sayang...aku tak mampu menari seindah daun
Berputar-putar di udara menikmati daya tarik bumi
Aku terhempas jatuh ke tanah terdorong ke lubang penantian
Tak ada decakan kagum akan kejatuhanku dari siapapun!
Hampir tiba setahun saat itu
Saat bunga masih bermekaran di sekitar tiga gambar hati jingga
Hampir tiba waktu di mana kenangan itu akan teringat sempurna
Sekali lagi sayang...semua kini tinggal sebentuk gambar di layar ingatan...
Tepat sebulan sebelum genap bertaut
Seandainya dulu semua masih berjanjut...
Ini desember...
Sebuah klimaks akan kerinduan pada sosok cinta
Seandainya kini masih bersama...
Ini desember...
Di desember ini...dingin terasa menusuk
Walau salju tak menghampiri kota ini...
Di desember ini...masih tetap menunggu
Walau tak pasti semua akan kembali...
Ini desember dan besok januari...
Semua hanya andai...semua Cuma mimpi...
Desember...sebulan lagi...
Seandainya itu bisa kembali lagi...
Tujuh maaf yg mewakili lebih kurang 210 hari kubersama mu
Tujuh maaf dari terbitnya bulan pertama sampai bulan ke tujuh
Tujuh maaf dari satu hati yg punya tujuh harap atas mu
Tujuh maaf pula atas tujuh harap besar sepihak yg mungkin mencekikmu
Harusnya...sebenarnya...
Bukan hanya tujuh maaf yg kuucap...tapi berjuta-juta maaf atas segala aku di hadapmu...
Aku egois... Aku menyusahkan... Aku memaksa... Aku tak mampu mengerti... Aku tak memberi... Aku terlalu meminta... Aku yang menuntut...
Dan banyak lagi bentuk aku di hadapmu yg terlalu Aku...
Sementara kau mencoba melupakanku...
Di sini aku selalu mencoba mengenang mu...
Tujuh maaf ku entah akan kau lirik atau tidak
Tapi yg pasti tujuh maaf ini selalu ku coba untuk mengucapnya di hadap mu...
“maaf... maaf... maaf... maaf... maaf... maaf...maaf...”
Belum lagi hujan bagai tombak menghujam langsung tanpa permisi padaku
Langit...aku semakin becek...
Terinjak, terguyur air hujan yang menambah perih semua luka yang tertinggal
Awan pun tak mau berbagi keindahanmu
Ingin dikuasainya sendiri birumu
Dan yang diberi padaku hanya hitam mu...
Berbisik angin meyakinkanku jika sekarang hanya dingin yang akan kau beri padaku
Banyak yang merayu
Agar ku mematikan harapku
Sebab kau telah meniup dingin untuk menghampiriku
Mereka berkata:
“apa yang bisa diharapkan dari sesuatu yang dingin?”
“Hai tanah!!bukan Cuma batu yang kini beku!!
Langitmu juga sudah tak lagi biru
Berhentilah menjadi tanah yang sendu!!!
Sebab semua hanya semu!!!”
Setengah mati ku tepis
Ocehan semua yang mengiris
Aku masih yakin...aku masih percaya...
Semi akan datang dan birumu bisa lagi ku lihat...
Kata yg slalu kugunakan u/ mngawaliu stiap Tanyaku tentangmu...
Knapa bgitu sulit bagiku untuk bisa mndengar suaramu?
Sementara orang lain dengan mudahnya membalas suaramu dengan suara mereka??
Kenapa?
Kata yg slalu terngiang dlm tnyaku akan ulahmu atasku...
Knapa aku tak bisa dgn mudah mmbca rangkaian Kata dr hatimu lewat jari2mu??
Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Tuhan pun mungkin sudah bosan mendengar tanya itu dariku...
Namun, entah akan mu...
atau mungkin memang kau yg tak pernah menganggap tanya itu nyata
entah...sungguh entah aku tak tahu akan mu...
Sudah lama pula tak terbias kesan hatimu diwajahmu
Entah...apakh kesan tiu pandai bersembunya di balik kesan lain
atau kaulah yang melarang kesan itu keluar untuk bertemu dengan rasaku
aku bernyanyi kecil, menatap langit yang sedang dikunjungi awan
akhir-akhir ini hujan sangat sering menyapaku...
air yang begitu asing bagiku datang meminta meresap lebih jauh
rayuan rumput yang keringpun meminta hidup.
Oh..nasibku adalah tanah... terinjak telapak tiap harinya
Sementara nasib mu adalah langit, tempat surga katanya di sana
Memang beda dan tak pantas bersanding...
Bagiku adalah cacing kurus tak terurus dan bagimu adalah awan rupawan yang menawan
Sudah lama rasanya aku tak melihat kesan mu di hadapku
Sudah lama pula sejak aku ungkap rindu yang kemarin
Kapan pelangi datang menjemputku itu pasti akan lama
Sedang kapan aku bisa berhenti memujamu itu masih lama...
Namun tak juga ada janji untuk menghampiriku
Seperti seonggok daging yang berjalan
Darahku seperti habis terhisap harap..
kering...mengering kian mengurus
menatap pelangi ceria di mata pasangan2 yang merona
kenapa tak bisa sebahagia mereka?
Aku terbawa khayalku pada bulan purnama
Di mana berwisata cinta itu di sana
Semua kembali seolah nyata
Namun hanyalah mimpi yang bersandiwara di atas teater keinginan
Di hadapku semua nyata berunjuk rasa
Menuntut agar aku sadar akannya
Aku merindu hai nyata...aku merindu...
Tidakkah kau melihat? Tidakkah kau mendengar?
Aku merintih...aku meringis...
Aku kehilangan darahku...aku kehilangannya...
Nyata...tak bisakah kau meberiku sebentuk kesempatan lagi
Untuk menyentuh indahmu??
Jangan sakiti aku lagi...tolong...beri aku indah...
Kau cintaku meski aku bukan di benakmu lagi
Dan kuberuntung sempat memilikimu
(Yovie&Nuno-Sempat Memiliki)
Bernafasku di tengah luka bukan tak beralasan
Cintaku pun berpegang pada alasan
Alasan adalah kekuatanku
walau damaiku belum pulih benar
Pergulatan ikhlas tak ikhlas
Membuahkan bimbang yang tak tertebus
Merebut ruang bagi nyata yang merasa terbuang
Sungguh,
Aku bimbang tak biasa
Bimbang sepertinya tak lagi punya mangsa lain
Hendak ditelannya aku sampai ujung kaki
Meninggalkan hanya sebentuk ingatan
: banggaku atas titipan nan berharga dari takdir yang telah sempat kujaga
Walau hanya dalam bilangan ganjil sebelum bulan genap bertaut
Gelisah apa lagi jika bukan tentang sosok mu
Aku seperti mati di ujung harapku,
Yang terkoyak nyata yang memaksa
Besok harapku senyum akan mampir
Bagai pelangi yang menjadi ujung indah dari rinai hujan
Dipuja telunjuk anak riang yang tertawa terpesona
Merekah bagai bunga yang jatuh cinta pada kumbang
Tertinggal ragaku yang bertarung dengan rindu
Di gunung luka yang siap meletus membuncahkan darah
Entah siapa yang akan menang
Aku atau darahku
Sengaja kupilih jalan ini kulalui
Agar jika ku mati nanti akhirnya, semoga kubisa lega
Sebab, jalanku dihiasi bunga kenangan dan ditemani janji dari mu
Dan semoga pula akan diantar oleh kau menjemput tempatku
Aku tak punya niat berhenti menunggumu
Hanya saja siang mulai berbicara
Akan kau yang telah asik tanpaku
Lara ini terlalu perih untuk ku papah
Bintang jua merayuku untuk pergi
Menggoda akan indahnya dunia sebelah sana
Bimbang di tengah pertarungan, mungkin tak lama lagi ku kalah
Akan ada pertanda jika itu nyata
Tunggu saja gunung itu meledak
Jangan salah mengira seketika itu lava
Mungkin saja itu darah ku yang mengalir
: Sebab ku kalah dari rinduku padamu
Hingga terjawab jika darah yang menang
Hitungan hari dinanti memang belum menjelma
Namun harap lemah akan sapa tengah tertagih
Ya, sapaan langit hari ini menancap hebat padaku
Birunya tak hanya pada samudera
Melainkan Juga pada sebidang hati dibawah tanah
Sebuah ucap terhantar angin ketika ku menengadah
Merasuk indah saat jarak terasa hanya sejengkal
Memang..ucap tadi bukan sebuah pujian untukku
Bukan pula sebentuk harap untuk bersatu
Hanya basa-basi biasa cukup membuat suasana basah
Aku tersentuh lagi rasa hatiku
Rasa yang kuizinkan untuk sembunyi di balik kelambu kelam
Dia seperti mengintip dari sana dari baliknya
Mungkin dia begitu dikekang rindu dalamnya
Kasih...masih relakah kau ku sapa itu?
Masih pantaskah ku menengadah mengaharap jawab?
Semntara kini kau sudah tak tertebak
Walau ku masih bisa merasa birumu nampak indah di kepulan debu tatapku
Bernyanyi riang dengan suara parau
Demi mata orang agar tak memandang kasihan
Ditambah jubah putih meyakinkan
Dibalut pita jingga penipu berguna perban
Ya, tujuan Cuma satu
Demi hati yang harus direkatkan lagi
Agar tak ada yang menawarkan untuk memapah
Sebab sejak malam itu
Ku tak hendak terbantu siapapun
Tak jenuh bibirku berdendang lirik harap kau berbalik
Setengah sengau lari berkejaran dengan hidup
Kelam lagi, gelap kemudian, berselimut jelaga
Pssst...Ku bisiki bulan untuk diam saja
Biarkan ku membanjiri tanah asalnya dengan air mata
Jika nanti dia kemari bagian dari diriku masih di sini
Tak jauh walau dia tak tau
Laksana perumpamaan yang hilang makna
Kubiarkan mereka dahulu mengerti
Kini hanya hatiku yang mengerti
Sebab harap sudah lantak diserbu nyata tak bersahabat
Biarlah tak terpahami
Anginpun tak akan kubisiki, apalagi embun yang dahulu ku tempati berkicau
Kalau ada yang harus memahami mungkin itu langit
Merindinglah dia subuh hari sebelum Memerahlah dia di pagi hari
ketika kusapa lagi dengan sajak pagi sambil menggigil
sajak pagiku tak berhenti
walau tak lagi terdamba oleh langit
sekadar sebagai pelepas hasrat memuja
menengadah setiap hari, melempar senyum berbuah retak
sebab aku tak lain berupa tanah mengering gersang
bersanding dengan pijakan sendal tanpa rumput--tempat serangga berseloroh
mengharap langit mengirim hujan menyuburkan
: hanya lah mimpi usang tak berarti dari seonggok tanah tak tau diri
Esok akan begitu lain
Bulan berkahNya mampir lagi..
Tak ada yg berbeda dariku sementara itu
Ku masih saja belum ikhlas atasmu
Terbayang lagi suatu hari bersamamu
Ketika sujud itu kita lakukan bersama
Nyatanya hatiku begitu ingin lagi menghadapNya bersamamu
Kau imamku, aku di belakangmu
Akan indah kiranya bisa kita lakukan di masa esok
Tapi sayang...semua kembali seperti lampau
Di mana semua hanya mimpi lagi bagiku
Esok aku punya tekad
Memohon hanya padaNya
Agar akan ada nanti
Di mana bisa menghidangkan sebuah santapan di meja makan
Untukmu sahur dan berbuka...
Ini bukan harap semata
Tapi sebuah niat indah yg kusimpan di hati...
Semoga semua tak sia-sia
Karena begitu besarnya harap akan
: Kau imamku, aku di belakangmu
Makassar, 31 Agustus 2008
Waktu kau masih gundul dan lugu
Aku pun tak mau mengulang masa itu
Ketika kau begitu akrab dengan kepalan tinju
Kau tak berada lagi di masa itu
Tapi kenapa takutmu tak juga kau bunuh
Alasan mu selalu sedih jika teringat hal lampau
Lalu kenapa kau tak mau memberi hal baru?
Pada kami di masa yg juga baru...
Takutmu membuatmu lucu
Takut akan sesuatu yang tak mungkin kami asuh
Tolonglah...jangan jadi seperti musuh!!
Anda ini sudah kami anggap seperti datuk
Tempat kami patuh dan tunduk
Tapi tak berarti bisa terus menusuk kami punya rusuk!
Bingung jadinya otakku teraduk
Berhadapan dengan datuk yg tak hendak membaur
Berbicara dengan datuk yg masih meringkuk di bawah bayang lalu
Harus dengan apa kami merayu?
Atau haruskah kami membiarkan satu generasi terhanyut??
Makassar, 29 Agustus 2008
Ingatanku terus berputar ke arah lampau
Kau masih begitu bersinar dengan sgala lebih mu
Sementara ku terpesona di bawahnya
Siapa bilang kau lemah??
Siapa yg berkata kau tak punya apa-apa??
Kau lebih dari segala yg mereka sebut
Bukan karena ku silau lalu meracau
Sebab kau memang slalu tampak indah di aku
Mereka yg meracau
Mereka yg mengigau
Kau lebih...kau lebih...
Kau hebat!!!
Aku tak bilang kalau aku tau segala atasmu
Aku hanya berucap yg aku lihat selama itu
Maaf atas sok tau ku
Tapi kau memang Hebat!!!
Makassar, 25 Agustus 2008
Aku merindunya...
Tuhan aku begitu rindu akan wajahnya
Akan hatinya
Akan sayangnya
Akan cintanya
Tuhan...
Aku membutuhkannya
Tuhan aku begitu ingin hidup bersamanya
Menjaganya
Merawatnya
Mencintainya
Tuhan...
Aku menyayanginya
Izinkan aku tetap menyanginya
Tetap mencintainya
Tetap menunggunya
Tetap merindunya
Makassar, 21 Agustus 2008
Tapi tak tahu harus membiaskannya
Dengan bagaimana?
Kau telah menjauh dari aku
Kau telah pergi dari nyataku
Hanyalah mimpi
Yang terus datang padaku
Hanyalah kenangan
Yang bisa kuingat
Aku terluka...
Tapi aku mencoba mengobatinya
Mengobatinya dengan mengingat
Sayang yang pernah kau beri
Dengan mengingat hangat tangan mu yang pernah kupegang
Aku tetap mencinta
Walau kau tlah pergi
Walau kau meninggalkan ku
Walau kau belum tentu kembali
Aku akan tetap mencinta
Makassar, 21 Agustus 2008
Ingatanku terus berputar ke arah lampau
Kau masih begitu bersinar dengan sgala lebih mu
Sementara ku terpesona di bawahnya
Siapa bilang kau lemah??
Siapa yg berkata kau tak punya apa-apa??
Kau lebih dari segala yg mereka sebut
Bukan karena ku silau lalu meracau
Sebab kau memang slalu tampak indah di aku
Mereka yg meracau
Mereka yg mengigau
Kau lebih...kau lebih...
Kau hebat!!!
Aku tak bilang kalau aku tau segala atasmu
Aku hanya berucap yg aku lihat selama itu
Maaf atas sok tau ku
Tapi kau memang Hebat!!!
Makassar, 25 Agustus 2008
Ku coba lagi menulis apapun yang menjadi rasaku
Ku rayu hatiku agar mau ikhlas melepasmu dulu
Demi citamu dan demi hari nantimu
Kuyakinkan dengan terus memujamu
Kukatakan padanya kalau dia harus bangga karena pernah memilkimu
Kubisikkan padanya bahwa dia harus bahagia karena pernah disayangi olehmu
Kutuliskan padanya tentang semua lebihmu
Agar dia yakin jika dia tidak mencintai orang yang salah
Agar dia percaya pada kuatnya cintanya atasmu
Karena dia sempat meragu untuk terus hidup tanpamu
Karena itu kubuat dia percaya lagi akan dirimu
Agar dia mampu menemaniku menunggumu
Agar aku tak sendiri menanti lagi hadirmu
Hanya satu harapku yang begitu besar
: semoga semua tak sia-sia untuk hatiku
Suatu hari akan ada balasan dari mu
Orang yg begitu disayangi hatiku...
Makassar, 21 Agustus 2008
Aku tak ingin merubah rasa sayang ini
Tak akan ku ganti pula kunci pintu hatiku
Biar hanya kau yang tahu cara masuk ke dalam rumah ini..
Tak akan ku ganti kode sandi jiwaku
Biar hanya dirimu yg bisa memanggil jiwaku
Kala kau mungkin merindukanku...
Tapi...ah...apa mungkin kau merasakan rindu itu?
Entah...ku harap saja begitu...
Bilakah kau tau...
Semalam ku terus menatap tempatmu lahir...
Berharap kau ada di sana dan tersenyum padaku malam tadi...
Ah tidak...tidak usah tersenyum padaku jika kau tak ingin...
Tersenyum lah pada orang lain,,hanya itu yg kubutuhkan...
: melihatmu tersenyum...walau senyum itu bukan untukku...
Aku tak akan mengubah semua yg tlah kau bagi denganku...
Biar ku kenang...
Biar ku kenang senyum mu
Biar ku kenang suaramu
Biar ku kenang...biar ku kenang...
Biarkan aku mengenangmu : hidupku
Bone, 18 Agustus 2008
Bila hati sudah menjauh
Siapa yang bisa ku tuduh??
Atas dirinya yang telah jenuh
Pada siapa bisa mengadu??
Jika rasa telah meragu
Kuhanya bisa menunggu
Bersama cintaku di depan pintu
Ku pasti akan merindumu
Karena dirimu yang telah memberiku candu
Aku tak akan mengeluh...
Sebab jantungku masih bergemuruh saat ada kau
Belum lagi cintaku yang tak kunjung luruh
Dan yakinku begitu tak ingin runtuh
Aku butuh dirimu
Aku rindu kasihmu
Dengan lesunya tubuh
Aku tak akan mengeluh
Aku akan menanti kembali hadirmu...
Di sebuah tempat yang kuberi nama rumah
Sebuah rumah yang kubangun di hatiku
Aku menunggumu di sini
Di dalam sebuah rasa yang kusebut cinta
Cinta yang kujadikan warna bagi rumahku
Aku mengharapkan seseorang kembali
Seseorang yang kupanggil sayang
Aku menantimu kembali
Pada sebentuk raga yang kusebut aku
Aku yang membangun rumah itu dengan cinta
Aku yang menanti di depan rumah itu...
Padahal arus tak begitu mengancam
Perahu kita terlalu cepat bocor
Meski bebatuan tak begitu tajam
Mungkinkah ini kau yang lelah mendayung?
Bisa jadi kau terlalu terkuras di awal
Sebab itu tak mampu lagi di tengah-tengah
Bisa juga kau yang terlalu cepat menyerah
Karena aku tak mengapa
Bukan menyalahkan mu
Hanya bermain di kisaran dugaan
Sebab aku bukan dewa yang tau segala
Atau bisa sebab aku yang terlalu lemah
Sehingga tak mampu membuat imbang
Sekali lagi aku hanya berani menduga
Ahh..apa gunanya menduga?
Semuanya tetap kabur terlihat
Kuambil putusan menunggu
Kau kuat lagi, siap lagi, mampu lagi
Di pinggiran sungai ku buat kemah
Kujaga dan kuperbaiki perahu kita
Semoga akan ada saat kau menghampiri dan mengajak
: “maukah mendayung bersamaku lagi?”
Maaf atas sayangku...
Maaf atas pehatianku...
Maaf atas doaku...
Maaf atas harapku...
Maaf atas mimpi-mimpiku...
Maaf atas sikapku...
Maaf...Maaf...Maaf...
Maaf atas berlebihku...
Aku ingin memegang tangan itu...
Aku ingin menggenggam tangan itu...
Tangan yang pernah menggenggam erat tanganku...
Aku ingin meremas tangan itu...
Tangan yang pernah membelai lembut kepalaku...
Aku ingin mencium tangan itu...
Tangan yang pernah mengusap halus pipiku...
Walau tangan itu kini menggenggam sesuatu yang lain...
Walau tangan itu sekarang memegang sesuatu yang begitu tak kusetujui...
Aku tetap ingin memegang tangan itu...
Menggenggamnya erat...meremasnya...
Aku ingin mencium tangan itu...sebagai isyarat bahwa :
Aku tetap mencintai & menghormatinya...
Karena itu,,,ku mohon biarkan aku meletakkannya di atas kepalaku
Sebagai penanda bahwa : aku tetap dibawah cinta mu...
Makassar , 23 Juli 2008
menyuruh kami bubar dengan pentungan kalian!!
Kalian selalu muncul ketika kami berunjuk rasa...
Mendorong kami dengan otot-otot kalian!!!
Kalian selalu mengganggu kami dengan suara pistolmu yang memecah langit!!
Kami dituduh anarkis..padahal kami tak punya senjata apa-apa!!
Kami dituduh brutal, padahal kalian yang lebih dulu meninju!!
Kalau kalian bilang aksi itu bodoh...
sekarang beritahu kami cara aksi ya ng baik?!
Kalau menurut kalian unjuk rasa itu buruk..
beritahu kami bagaimana cara menyalurkan aspirasi kami?!
Kalau demonstrasi itu dilarang...
beritahu kami bagaimana cara menyampaikan pendapat pada pemerintah?!
Bapakbapak!! Ibu-ibu...
Sekarang saya bertanya pada kalian...
Pernahkah kalian merasakan penderitaan kami dan rakyat kecil??
jawabnya mungkin tidak!!
Karena kalian sudah hidup enak di langit...
gaji besar, perut buncit karena makan enak!!
Tapi kami rakyat mu...perut buncit karena busung lapar..
Pernahkah kalian dan majikan-majikan kalian turun untuk berdialog dengan kami???
jawabnya tidak!!! Ruang-ruang dialog sudah tertutup di negeri ini!!!
Mereka hanya selalu mengirimkan kalian, orang-orang berseragam coklat
seperti batang pohon yang berdiri tegak yang tak mendengar apa-apa!!!
Kalian sama saja dengan majikan kalian...
Hidup enak di awan-awan dan lupa asal kalian...
digaji dengan pajak rakyat, tapi tidak sadar
telah mengabaikan mereka!!
padahal, rakyatlah majikan kalian sebenarnya!!!
Bapak-bapak...ibu-ibu...kami sekarang hanya punya jalanraya sebagai tempat kami menyalurkan isi hati kami....
bahakan mungkin suatu hari nanti...
jalan raya pun tak ada hak lagi bagi kami...!!
Saya mau bertanya lagi pada kalian :
Tahukah engkau rasanya naik angkutan umum dan merasakan panasnya
jalan raya yang macet??
jawabnya tidak!!!
karena kalian punya kendaraan pribadi yang anti lampu merah!!!
apakah kalian tau rasanya makan di warung kecil dengan uang pas-pasan???
berusaha mencukupkan uang makan dan transportasi sehari-hari...
jawabnya tidak kan?? aklian makan enak di restoran mewah...!!
selalu punya uang hasil sogokan damai dari orang-orang yang kalian
cegat di pinggir jalan!!
Tahukah kalian rasanya menunggu kiriman untuk bayar kos-kosan
ditambah biaya SPP??
jawabnya tidak, lagi...
karena tidak pernah sekolah!!!
cukup menyetor uang sebanyak mungkin untuk bisa berseragam coklat penuh
lambang-lambang tak jelas!!
Hah!! pantas saja...maaf..otak kalian tak lebih besar dari otak udang!!
Saya cuma bisa bilang satu hal pada kalian :
orang-orang yang berdiri tegap...
Kalian tahu apa??!!
jawabnya kalian tidak tau apa-apa...!!!
kalian tidak tau apa-apa soal perjuangan kami!!!
kalian tidak tau apa-apa tentang penderitaa rakyat mu!!!
dan kalian tidak tau apa-apa tentang kondisi bangsa ini!!!
Kalian betul-betul tidak tau apa-apa...!!!
yang menyebut diri mereka aparat keamanan
dan pemerintah...
kalian tidak tau apa-apa...
bertemu maut...karena perut semakin mengkerut..
tak lama lagi akan semakin banyak orang
bertemu Tuhan...ingin mengadu kalau hidup mereka dirampas melulu...
beberapa menit lagi akan bertambah penghuni rumah sakit...
karena makanan sehat tak lagi bisa dikecap oleh lidah-lidah kelas bawah...
beberapa jam lagi akan meningkat jumlah orang melarat...
karena paraborjuis bejat semakin berulah...
tapi...
entah akan berapa lama,,,
entah harus berapa jam...
untuk menunggu datangnya malaikatyang bisa memberi kabar gembira....
Di tengah dunia yang berisik
Kucoba menangkap makna
Di tengah simbol yang ambigu
Ku pasang mata di mana-mana
Tapi ada banyak orang yang mencoba menutupnya
Ku panjangkan telingaku sejauha ku bisa
Tapi terlalu banyak yang menhalangiku mendengar
Orang-orang itu menutup mataku lalu berbisik di telingaku
Menyingkirkan benar dei kepentingan
Mengatasnamakan hubungan lalu melangkahi akal
Kupegang akalku, ku minggirkan kepentingan itu
Ancaman pun menghujaniku, memaksaku berubah alur
Penyesalan mereka jadikan alasan agarku berbelok arah
Namunku berjala lurus, tak peduli teriakan itu!
Sebab telah kupilih benarku, walau ku salah di mata mereka
Tetap ku takkan menyesal, sebab telah kupilih benarku
Walau ternyata ku sesali nanti, setidaknya yang kusesali adalah pilihanku
bukan pilihanmu, pilihan mereka, ataupun pilihan kalian!!!
Begitu risaunya, samaai dia ingin membiarkan cintanya terbang
Temanku ragu akan hatinya...
Saking ragunya, dia bahkan ingin melepas sepotong hatinya
Ku coba untuk menguatkannya
Walau sebenarnya aku pun tak begitu kuat...
Tapi cintaku menguatkanku dengan cintanya
Kucoba membisikkan seuntai kaliamat untuk temanku
: "Kalau itu cinta...Tak akan ada yang berubah...
Kalau itu cinta...Tak akan pernah ada yang hilang...
Kalau itu cinta... kemarin waktunya tumbuh,,,
hari ini dia akan berkembang,,,dan besok dia akan makin besar dan dewasa...
Tapi dia taka akan menua dan tak akan mati nanti....
Karena itu adalah cinta..."
Jaga cintamu kawan...
Belum lagi langit yang mengandung anak laut tengah menggantung
Rasa hatiku merajut benci pada nyata
sementara akalku mencoba menyumbang benang damai
Di tengah bingungku aku bertanya :
"Bagaimana mungkin ku bisa berdamai dengan nyata
yang tak sejalan dengan dengan asa??
Aku panas, aku miris!!
Inginku menahan tangis...
Tapi mengapa nyata begitu ironis?
Padahal ku hanya mencoba membuatnya manis..."
Belum percaya pada berita yang kulihat tadi
Bahwa dia telah bertemu Tuhan tadi subuh...
Aku pun mencoba bertanya pada telingaku
Telingaku pun menjawab "ya"
Bahwa dia telah pergi ke surga
Dia, Bapak itu, Bapak kami...
Bapak yang mengajarkan kami untuk terus belajar
Bapak yang mendorong kami untuk melawan kebusukan dunia
Bapak yang mendampingi kami kala berjuang...
Bapak itu, Bapak kami
Bapak yang kini sudah tidur dalam damai
Bapak yang kini hanya bisa kami kenang
Bapak yang kini hanya bisa kami ingat nasihatnya...
Bapak, aku memang tidak melalui banyak peristiwa bersama mu
Bapak, aku memang tak melalui proses yang sama dengan saudara-saudaraku yang lain
yang banyak mendengar nasihat, dan dorongan-dorongan mu..
Aku hanya salah seorang dari sekian banyak orang yang menanggapmu bapak ku...
Bapak itu, Bapakku
hanya doa dariku...
dan...terima kasih atasmu....
Bapak Mansyur Semma....
terima kasih untuk ilmu dan semuanya...
Semoga surga di sisiNya terbuka untuk almarhum....Amin....
Mengetuk pintu hatiku yang tertutup..
Kucoba ku sapa dia sebagai rekan...
Tapi dia ternyata busuk!!
Menganggap kalau kau masih serapuh dahulu..
dia meminta sebuah ruang di hatiku..
Namun kukatakan padanya kalau semua ruang di hatiku telah ku isi
dengan sebentuk raga di masa kiniku..
dan sebentuk raga yang sama sebagai harapku untuk masa depanku..
dia mencoba merayuku dengan masa lalu...
Tapi ku angkuh dengan masa kiniku!!
Dia mencoba meminta bersanding dengan masa kiniku walaupun dia harus berada di sisi gelap...
Namun, masa kiniku semakin ku dekap..karena ku cinta masa kiniku...
Dan aku adalah raga paling busuk sedunia...
jikalau aku sampai mengkhianati masa kiniku yang begitu hebat...
Karena ku mau masa kiniku itu menjadi masa depanku...
Dan akhirnya bersamaku melewati masa akhirku....
pendidikan yang harusnya kunikmati
hari ini ingin dijual oleh orang-orang yang mengklaim diri mereka pemerintah
Ayah, hari ini aku ingin marah
dosen-dosenku memarahiku saat masuk kuliah
karena aku tak punya buku paket...
Kenapa kalau mau pintar itu mahal ibu???
Kenapa kalau mau cerdas itu susah ayah???
Aku ingin pintar supaya bisa keluar dari kebobrokan bangsa ini...
Aku mau cerdas supaya bangsa ini tidak lagi bisa dibodoh-bodohi
oleh bangsa asing...
Tapi kenapa mereka, para pemimpin itu, malah menjual kampusku???
Kenapa investor-investor asing itu malah membuat semuanya mahal???
siapa yang mau menjawab pertanyaanku??
jawab sekarang!!!
Langit Makassar pun kuajak menangis
melihat duka anak-anak Makasssar yang tak bisa sekolah, anak-anak Makassar yang tak bisa kuliah, dan anak-anak Makassar yang masih kelaparan sampai hari ini....
Dibuat saat rapat GERAM
14 Februari @ Kntor Gubernur
menatapku sambil ternganga
jangankan jam dinding, handphone yang terbaring di sampingku pun
terlonjak kaget!!
Di pukul 22 lewat enam
aku heran, mereka terpana, dia tidak
aku membeku, mereka terpaku, dia mencair
aku bahagia, mereka tertawa, dia...mungkin iya??!!
entahlah...di pukul 22 lewat enam
tak jelas perasaan siapa yang bermain....
cukup dengan beberapa lembar ratusan
namun, hidup enak itu begitu mahal dicari di bangsa ini
walaupun dengan jutaan karung dagangan dan cucuran keringat
Mati itu diobral di negeri ini di emperan-emperan ruko
sedang hidup itu dipajang di etalase-etalase toko yang mewah
Hak hidup...yang disebarkan, dituliskan dalam berbagai kitab
ternyata adalah barang mewah
hak mati...urusan mutlak Tuhan, ingin direbut anjing rakus
atas nama penguasa
Mati itu murah kawan!!
Hidup itu mahal, saudara!!
Tapi berusaha untuk hidup itu mutlak, bapak!!!
Aku menanti hadiah dari terbenamnya matahari
Aku bersimpuh di hadapan Tuhan tadi
Meminta agar kau mengunjungi rumah-Nya
Agar kita bertemu di hati-Nya
Aku berdiri di sini menunggu apa yang akan diberikan petang padaku
Ternyata petang menghadiahiku dirimu yang keluar dari rumah Tuhan...
tak tahu pula harus dirayakan seperti apa...
blank seketika
shock segera
menanti..iya sudah ku lakukan
berharap..iya sudah terharapkan
mau risau apa lagi?!
mau menunggui apa lagi?!
aku tak mau risau
hanya....
aarrgghhh...blank lagi
terlalu hebat untuk terbahasakan!!!
yang ku tahu
: AKU BLANK!!
Kendaraan masih lalu lalang tak saling menyapa.
Berdiriku di KM 9. Ketika bocah itu menghampiriku.
Menengadahkan telapak tangannya yang lembab. Mengiba.
Meminta sedikit upah atas perjalanannya yang lelah hari ini.
Buakn, bukan itu yang membuat ku iba. bukan itu yang membuatku meraba.
tapi, bayi kecil itu,, itu yang pipinya merah direngkuh dingin.
Bibirnya gemetar seperti aku yang tergetar ingin mengadu tanpa pengantar.
Meradang aku di asa yang hampir mati.
Di sebelahku, bocah itu menepi, menggendong malaikat kecil suci dalam sarung.
Gemeletuk gigiku mengunyah benci! Kawan di sampingku memeri...
Kadang ku bertanya sambil sedikit bertengkar dengan separuh akalku
Apakah kau berperasaan?
Membiarkanku terbebani wajah mu yang kumimpi!!
Ada rindu yang mengamuk. Tapi kukurung dalam sadar
Sadarku kini tak seperti dulu
Sadarku kini lebih pendiam tapi memendam!
Karena ku tau jika kau ternyata memilih diam...
Selalu merasa ingin mati
Kau membuatku hilang akal
Sampai isi sajak-sajak ku pun asal
kau membuatku mati otak
Bahkan isi mulutku pun merajuk
Aku ingin tak ada lagi kau
tapi tuanku begitu membelamu
Sebab hatiku ikut-ikutan memberi mu doa
Jika kau menghadap barat, aku pasti beranjak ke timur
Aku begitu bersuka akan kita di alam jiwa
Namun begitu berduka akan kita di alam raya
Kita memang tak akan bisa bersatu
layaknya tanah dan langit yang tak akan pernah saling menyentuh
Karena itu, aku tak lagi terlalu ingin milikku itu kau
seperti kau yang tak pernah ingin milikmu itu aku
Kau dan aku begitu berbeda dalam hidup
Hanya adasatu sama dari aku dan kau
:Kau dicipta oleh Dia yang mencipta dan mempunyai aku!
Aku punya Uang
Aku mengendalikan ruang
Aku ingin senang!
Pesan semua makanan yang bikin kenyang!
Sewa sebuah hotel berbintang!
Menari, berpesta, sampai meriang!!
Mereka yang punya Keluarga
Aku punya semangat keluarga yang membara
seperti keluarga cemara
kami ini selalu gembira
Ambil jagungnya nak, segera!
Kita bakar di atas bara
walau sederhana, tapi keluarga ini tetap gembira!!
Mereka yang punya Tuhan
Aku lebih memilih duduk berlutut
Di dalam rumah-rumah taat
bersimpuh mohn ampun atas semua dosa ringan dan berat
tengadahkan tangan mu cepat!
sudah saatnya kita bertaubat
bersujud memohon rahmat
Mereka yang punya kosong
Aku tak punya kekuasaan
tak punya keluarga yang hangat dan nyaman
tak pula merasa terlalu dekat dengan Tuhan
hanya terus berjalan di tengah rangsangan
menengadahkan tangan pada setiap bujangan dan perawan
pada bapak-bapak dan ibu-ibu bos, berharap belas kasihan
Mereka yang punya kerja
Aku masih di sini, tetap berpeluh
Tahun sekarang dan tahun baru tak berpengaruh
keduanya tak membuat penghasilanku bertumbuh
Cepat gali semua tanah di pipa bagian bawah!!
keringat tak lagi beda dengan hujan. basah!
Namun aku tetap harus menggali, sesekali menyeka peluh di wajah.
Wajah-wajah penghujung tahun 2007
Ada begitu banyak wajah
terlalu banyak untuk diamati satu-satu
Macam-macam ekspresi bertebaran di jalan-jalan
terlalu ramai untuk dimengerti satu-satu
Bertumpuk-tumpukan. Aura berkelebat di angin malam
Terlalu hebat untuk diresapi satu-satu
Wajah-wajah penghujung 2007
terekam dalam memori
tak begitu jelas, terlalu sulit untuk di teliti
terlalu jauh untuk diputar kembali....